Pasca Pemberlakuan Aturan Wajib SNI
SURABAYA – Setelah wajib SNI diberlakukan untuk produk mainan anak, produsen lokal mulai mendapat order dari para importer. Sebab, importer terganjal jumlah laboratorium uji di luar negeri yang masih terbatas. Makanya, para importer memilih melakukan subtitusi mainan impor dengan produk buatan dalam negeri.
Chief Wooden Toys Division Indonesian Toy Traders and Manufacturers Association atau Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) Winata Riangsaputra menyatakan, sebelum masuk ke Indonesia, mainan impor wajib diperiksa di laboratorium uji luar negeri yang ditunjuk pemerintah Indonesia. Sebab, saat ini jumlah laboratorium uji di luar negeri masih terbatas. ’’Sepengetahuan saya, jumlah lab (laboratorium, Red) uji di luar negeri hanya dua. Karena itu, importer mengalihkan order ke perusahaan mainan lokal,’’ ujarnya kemarin (8/4).
Menurut dia, limpahan permintaan dari importer hanya menaikkan produksi lokal sebesar 10 persen. Khususnya untuk jenis mainan yang terbuat dari kayu dan boneka. Dia menjelaskan bahwa kenaikan tersebut tidak signifikan. ’’Sebab, sebenarnya, mainan impor terbesar adalah mainan dengan remote control dan yang berbahan baku plastik. Nah, belum ada industri yang memproduksi itu di Indonesia,’’ paparnya.
Tetapi, secara jangka panjang, lanjut dia, permintaan dari para importer bukan sesuatu yang menjanjikan bagi industri lokal. Sebab, sejalan dengan bertambahnya jumlah laboratorium uji di luar negeri, itu memudahkan para importer melakukan pengujian terhadap produk impor. Jadi, dimungkinkan, para importer kembali mendatangkan mainan impor.
’’Sementara itu, peredaran mainan tidak berstandar, khususnya di ritel modern, sudah mengikuti aturan SNI wajib tersebut. Mereka tidak berani menjual mainan tidak berstandar karena sudah mendapat sosialisasi sebelumnya. Kalau kasus nasional, masih ditemukan banyak mainan tanpa SNI, terutama di pasar-pasar tradisional karena sering luput dari pengawasan,’’ katanya.
Hingga sekarang, semua anggota APMI yang menjual produknya di pasar lokal sudah mengantongi SNI. Hanya industri mainan yang pasar ekspornya 100 persen yang tidak mengurus SNI. Total, jumlah anggota APMI mencapai 31 perusahaan. Sepuluh di antaranya berada di Jatim. ’’Dari 10 anggota kami, sembilan di antaranya sudah memiliki SNI, sedangkan yang satu tidak karena pasarnya 100 persen ekspor,’’ jelasnya.
Selain anggota APMI, jumlah industri mainan dalam negeri banyak. Menurut dia, kebanyakan industri sulit mengurus SNI. Dokumen yang dilampirkan beragam. Salah satunya harus memiliki HO ( hinder ordonnantie). ’’Sebenarnya, Kementerian Perindustrian mengeluarkan Permenperin 81 Tahun 2014 yang meniadakan syarat HO. Tetapi, implementasinya tidak sesuai harapan karena terganjal peraturan daerah. Padahal, kebanyakan UMKM berangkat dari lahan kosong atau rumah mereka,’’ tuturnya. (res/c20/agm)