4 Investor Asing Siap Bangun Pabrik Mainan di Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) menyatakan investor asal China siap membangun pabrik di Indonesia. Hal ini didukung potensi pasar yang besar serta masih terasanya dampak perang dagang antara China dan Amerika Serikat.

Sutjiadi Lukas, Ketua AMI, menuturkan setidaknya terdapat empat investor yang sudah pasti akan masuk ke Indonesia, yaitu produsen baby strollerwooden toys, kebutuhan bayi seperti dot dan botol minuman, serta perakitan mainan playground.

“Potensi pasar mainan anak di Indonesia cukup besar dengan 5 juta kelahiran bayi setiap tahun. Pengusaha China juga mencari negara ketiga untuk ekspor ke Amerika Serikat dalam menyikapi perang dagang,” ujarnya di Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Lukas menuturkan pabrik baby stroller ditargetkan mulai beroperasi pada Desember tahun ini, sedangkan pabrik wooden toys paling lambat tahun depan.

Adapun, untuk perakitan mainan playground, saat ini asosiasi dalam tahap kerja sama perdagangan terlebih dahulu.

Investor baby stroller dan mainan kayu masih dalam tahap pencarian lahan dengan harga yang sesuai dengan bujet mereka. Pembangunan pabrik perakitan baby strollerdiperkirakan menelan dana sekitar Rp30 miliar hingga Rp40 miliar.

Kendati tidak terlalu besar, kata Lukas, tetapi keseluruhan produk nantinya diekspor ke AS dengan volume per bulan sekitar 70 kontainer hingga 100 kontainer. Investasi ini juga dipastikan menambah serapan tenaga dalam negeri.

Sementara itu, investor mainan kayu berencana membuat kawasan industri mainan yang paling sedikit membutuhkan lahan seluas 10 hektare.

Lukas mengatakan jika harga tanah sekitar Rp500.000 untuk 1 m2, maka dana yang diperlukan untuk lahan saja kurang lebih Rp50 miliar. “Belum mesin, bangun pabrik, bisa sekitar Rp100 miliar,” katanya.

Asosiasi senantiasa menekankan para investor yang akan masuk ke Indonesia untuk menggandeng perusahaan lokal. Dengan demikian, tidak hanya investor asing saja yang mendapatkan untung. Selain itu, juga terjadi transfer kemampuan ke perusahaan dalam negeri.

“Kami tidak mau mereka bekerja sendiri, paling tidak ada share dengan pengusaha Indonesia. Mereka akan bekerja sama dengan mitra lokal,” kata Lukas.