REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengatakan, sebagian besar mainan yang beredar di pasaran tidak ada Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Sebagian besar tidak ada. Oleh karenanya mulai 1 Mei, mainan impor harus mempunyai SNI. Dan mulai 1 November untuk mainan lokal,” ujar Kepala Pusat Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN, Metrawinda Tunus, di Jakarta, Rabu (21/5).
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian 24/M-Ind/PER/4/2013 tentang Pemberlakuan SNI Mainan Secara Wajib. “Mainan yang tidak memiliki SNI sangat membahayakan anak. Berbau cat tajam, mudah terkelupas, dan tidak dilengkapi dengan informasi pemakaian yang jelas,” kata dia.
Dia menambahkan pihaknya saat ini melakukan pembinaan ke Usaha Kecil Menengah yang bergerak di bidang mainan.
BSN menetapkan lima SNI yang menyangkut keamanan dan keselamatan mainan anak.
Aturan SNI tersebut yakni SNI ISO 8124-1:2010 aspek keamanan yang berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis, SNI ISO 8124-3:2010 sifat mudah terbakar, SNI ISO 8124-4:2010 tentang ayunan, seluncuran dan mainan aktivitas ejenis untuk pemakaian di dalam dan di luar lingkungan tempat tinggal, dan SNI IEC 62115:2011 mengenai mainan elektrik.
Terdapat empat poin yang menjadi fokus BSN yakni mainan harus bebas dari migrasi unsur kimia tertentu, dari sisi bentuk yang menyangkut kelancipan mainan, sistem kelistrikan terutama mainan yang menggunakan baterai, dan kandungan pewarna zat Azo yang biasanya dipakai pada mainan anak-anak berbahan kain.
“Adanya aturan tentang wajib SNI ini tentu menambah biaya. Bukan tidak mungkin, harga mainan menjadi naik. Tetapi yang terpenting aman buat anak,” tutur dia.