Sambut AEC, Pemain di Industri Mainan Bentuk Asosiasi Mainan Indonesia

Asosiasi Mainan Indonesia (1)WARTA KOTA, GAJAH MADA – Pentingnya sebuah produk mendapatkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) membuat para pemain dalam bisnis mainan membentuk sebuah asosiasi.

Asosiasi ini diberi nama Asosiasi Mainan Indonesia (AMI). Bertempat di ballroom Hotel Novotel, Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, Jumat (6/6/2014) siang, asosiasi ini secara resmi dikukuhkan oleh Pemprov DKI melalui Asisten Deputi Gubernur DKI bidang Perdagangan, Khofifah Ani. Selain itu, hadir pula Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, Widodo.

Asosiasi yang beranggotakan 112 orang ini terdiri dari 17 orang produsen, 30 orang importir, dan sisanya adalah pedagang mainan.

Ketua AMI, Sutjiadi Lukas, menyatakan kegembiraannya meresmikan AMI sebagai wadah positif bagi produsen, importir, dan pedagang mainan tanah air yang dikukuhkan oleh pemprov DKI.

“Tentunya, kehadiran AMI akan semakin mempererat jalinan komunikasi dan persatuan seluruh produsen, importir, dan pedagang mainan serta bersinergi dengan pemerintah, sehingga harapannya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekaligus membekali diri untuk menyongsong pasar global AFTA dan era mainan ber-SNI yang sudah di depan mata.

Lukas, panggilan akrab ketua AMI, mengatakan bahwa AMI mengemban beban yang cukup berat untuk membuktikan keseriusan dan kontribusi AMI di masyarakat dan kesiapan dalam menghadapi persaingan pasar global AFTA, sehingga tak hanya dicap sebagai ajang kumpul semata.

Pengusaha mainan ini juga mengatakan, mewakili AMI, ia bertanggung jawab untuk menyosialisasikan dan membina para produsen dan importir mainan yang tergabung dalam AMI, untuk segera mengurus dan mensertifikasikan SNI pada setiap produk mainan yang dihasilkan atau didatangkan dari luar negeri agar sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang ditetapkan.

Ketentuan yang dimaksud adalah Permenperin No.24/M-IND/PER/4/2013 yang menginstruksikan bahwa pada tanggal April 2014 semua produk harus memiliki sertifikasi SNI. Namun, karena belum banyak yang melakukan pengurusan SNI pada produknya, batas akhir tersebut diperpanjang hingga maksimal 31 Oktober 2014, semua produk harus berstandar SNI.

Dalam kesempatan pengukuhan AMI, juga dilakukan diskusi sekaligus sosialisasi bagi anggota AMI untuk segera melaksanakan kebijakan pemerintah terkait SNI tersebut. Lukas menambahkan, pelaksanaan serfitikasi SNI membutuhkan waktu yang cukup panjang, meskipun ia paham, hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas produk mainan di Indonesia.

Tak hanya mainan dari dalam yang perlu mendapat sertifikasi SNI, mainan impor pun juga memerlukan SNI. Menurut Lukas, importir mainan sejumlah kurang lebih 200 pemain. Mainan-mainan impor ini 80% nya berasal dari Cina.

Sementara, Widodo yang seharusnya menghadiri acara di Bandung, sengaja datang dan memberikan apresiasi bagi AMI karena telah turut berkontribusi memberikan sosialisasi bagi anggotanya untuk melaksanakan sertifikasi SNI. Pihaknya juga mengatakan bahwa untuk produk impor, pemerintah telah menunjuk lembaga TUV/SUD untuk mengurus perijinan SNI. TUV/SUV yang resmi ditunjuk oleh pemerintah ini memiliki laboratorium yang berada di Hongkong dan Cina. (Agustin Setyo Wardani)